Waterfront city sesungguhnya merupakan konsep pembangunan kota yang berhadapan atau berbatasan dengan air baik itu laut, sungai, danau atau waduk. Dalam pengertian yang lebih familiar, waterfront city adalah kota pesisir. Konsep ini lahir didasari pemikiran bahwa kota-kota di pesisir mengalami tekanan yang berat sehingga rentan terjadinya pencemaran, kekumuhan dan kesemrawutan. Dalam pandangan penulis, waterfront city bukan saja konsep pembangunan kota pesisir atau kota yang berbatasan dengan air, tapi lebih dari itu adalah konsep pembangunan kota yang tidak saja menghadap ke darat tapi juga menghadap ke laut.
Dewasa ini sebagian kita masih menganggap bahwa laut/sungai itu merupakan bagian belakang (istilah kapal : buritan) bukan wajah sehingga segala segala sesuatu yang jelek harus ditaruh di belakang. Makanya di bibir pantai atau sungai berderet terpajang bangunan dapur dan WC. Kemudian karena laut/sungai masih dianggap sebagai buritan maka laut/sungai dijadikan tempat pembuangan akhir sampah. Makanya ketika kita memasuki kota pesisir melalui laut/sungai maka kita akan menyaksikan pemandangan yang kotor, kumuh dan semrawut. Kini mindset kita harus kita ubah, laut/sungai tidak boleh lagi kita anggap sebagai buritan tetapi harus juga sebagai wajah. Tentu saja mengubah mindset ini tidaklah mudah. Pemerintah (daerah) harus menginisiasi perubahan mindset ini dan melakukan sosialisasi kepada masyarakat secara terus-menerus. Pemerintah juga bisa mengatur melalui regulasi misalnya mewajibkan pembangunan gedung di tepi laut harus menghadap dua arah (darat-laut). Jika tidak maka tidak diberi ijin. Tentu saja pemerintah harus terlebih dulu membangun fasilitasnya seperti jalan di atas air.
Negara yang secara konsisten mengembangkan konsep waterfront city dan sekaligus ICM adalah China. Kalau kita baca atau search gambar kota-kota pesisir di China, seluruhnya dikembangkan dengan konsep waterfront city, sebut saja Shanghai, Hongkong dan Macau. Bahkan bandara internasional Macau ada di laut. Pengalaman penulis mengikuti training Integrated Coastal Management (ICM) di kota Xiamen, China setidaknya membenarkan hal tersebut. Xiamen adalah sebuah pulau kecil dengan garis pantai hanya sepanjang lebih kurang 45 km dibangun dengan konsep waterfront city dan ICM.
Indonesia memang tidak sama dengan Cina atau Amerika Serikat, negeri asal usulnya konsep waterfront city. Tetapi sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia layak mengembangkan konsep waterfront city bagi kota-kota pesisirnya. Kota-kota pesisir yang telah mengembangkan konsep waterfront citynya ternyata mendorong peningkatan kunjungan wisata baik domestik maupun mancanegara dan tentunya ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Contoh di Indonesia barangkali kota Makassar yaitu dengan dibangunnya waterfront city Pantai Losari atau yang dijuluki "City of Makassar" (lihat foto di bawah). Dengan dibangunnya Pantai Losari maka tumbuh banyak hotel (termasuk hotel berbintang) dan restoran di seputaran Pantai Losari. Memang kondisi geografis Indonesia tidak sama. Kondisi geografis Sulawesi tidak sama dengan pantai timur Sumatera atau pantai barat/selatan Kalimantan yang kondisi tanahnya berlumpur/bergambut, dimana biaya pembangunan infrastruktur di wilayah pesisirnya lebih mahal sampai 2-3 kali lipat. Tapi bukan berarti tidak bisa. Bisa, kalau kita mau. *****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar