Udang Ketak yang baru ditangkap oleh nelayan |
Kru Jejak Petualang Trans7 sedang menikmati udang ketak rebus di Kuala Tungkal |
Udang Ketak diaklimatisasi sebelum dikirim/diekspor |
Udang Ketak atau disebut juga udang ronggeng, udang squila atau udang mantis banyak dijumpai di Indonesia. Udang ketak menyukai habitat yang berlumpur/berpasir. Udang ketak hidup di perairan pantai hingga 12 mil laut dengan salinitas antara 20 - 32 per mil. Udang ini hidup dalam lubang dan akan keluar ketika sedang mencari makan.
Udang ketak biasa tertangkap dengan menggunakan alat tangkap jaring dengan ukuran mesh size 4 inchi. Tetapi sering juga tertangkap dengan jaring trawl. Di Tanjung Jabung Barat juga dikenal menangkap udang ketak dengan cara "numbur" yaitu memasukkan kaki ke dalam lubang di dalam lumpur sehingga udang ketak keluar dari dalam lubang sebelahnya. Cara ini sebenarnya tidak direkomendasikan karena bisa membahayakan kaki si nelayan, selain dapat merusak habitat.
Udang ketak hidup harganya bervariasi. Untuk ukuran jumbo atau super (9 inci keatas) di tingkat pengepul (penampung) di Kuala Tungkal bisa mencapai Rp.35.000 - 50.000 per ekor, tergantung musim. Di Kuala Tungkal ada belasan pengepul yang mengirim ke Jakarta. Satu hari pengiriman dari Kuala Tungkal bisa mencapai 8000 ekor dengan ukuran yang bervariasi. Produk pengiriman dari Kuala Tungkal memang tidak murni hasil tangkapan dari nelayan Tanjung Jabung Barat, tetapi sebagian merupakan hasil tangkapan nelayan Tanjung Jabung Timur dan Indragiri Hilir. Tujuan ekspor adalah Hongkong, Taiwan dan RRC. Udang ketak ini harus dipasarkan dalam bentuk hidup sebab kalau sudah mati maka dagingnya akan terurai dan menempel di kulitnya.
Sayangnya, hingga saat ini belum ada yang membudidayakan dan masyarakat masih mengandalkan hasil tangkapan dari alam. Kiranya perlu dikaji atau diteliti teknologi budidayanya, selain untuk meningkatkan produksinya juga untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.